RSS
IconIconIconIconFollow Me on Pinterest

Blood (chapter 4)




‘kau membuatku tambah pusing’ gumam ku sambil menjatuhkan benda yang tajam di tangan ku. ku cuci tanganku hingga bersih. Aku duduk dengan 2 orang didepanku. Ku belai pipi mereka dengan lembut.

“kalian sangat tak berguna” bisikku disalah satu telinga mereka.

Ku langkah kan kaki ku pergi keluar. Ku lihat di seberang jalan terdapat café baru. ‘sepertinya menarik’ itu yang dapat ku simpul kan sambil membuang
frustasiku. Saat ku masukki café tersebut.

“aneyeong linka” sapa seseorang
“eh, kau mengenalku?” tanyaku heran.
“aishh.. kau tak mengingatku linka?. Seburuk itukah ingatan mu?” jelasnya

‘siapa dia? Tunggu dulu.. wajahnya familiar . tapi aku lupa namanya’ batinku.

“ini aku.. oh sehun.. sehun temannya baekhyun. Apa kau ingat? Kita kan satu sekolah. Baru beberapa hari yang lalu kira berbincang. Kenapa kau sudah lupa?” jelasnya lagi.
“aahh.. iia oh sehun.. sehun kan. Mianhae. Aku lupa” jawab sambil tersenyum..
“emmhh. Sudah lah., tak apa”
“kenapa kau ada disini sehun? Ada apa dengan pakaianmu ini?” Tanya ku.
“mwo? Ohh.. ini. Aku bekerja disini. Atau lebih tepatnya ini café ku. walau baru buka sih. Hehehe”

“wahh.. jinjayeo? berarti Kau membuka bisnis ya?”
“ya dong, ayah ku menawariku membuka bisnis sendiri. Hitung-hitung sambil belajar menjalankan bisnis.” Jelasnya lagi.
“ohh.. “
“ohh  ya, duduk lah disana, di situ tempat yang sangat nyaman”
“geure? Baiklah . aku kesana dulu. Aneyeong”
“ne, aneyeong”

Ternyata dia benar. Disini sangat nyaman, apa lagi dari jendela samping aku bisa melihat suasana kota yang tampak indah dari sini. tiba-tiba handphone ku bergetar kembali.

From: eomma
“tanggal 25, di café han. Berdandanlah yang cantik. ada pertemuan antara keluarga”

To: eomma
“apakah aku harus melakukannya?”

From: eomma
“tentu saja, ini demi perusahaan appa mu eoh?”

To: eomma
“tapi ini bukan demi ku”

From: eomma
“jangan lupa, acaranya 3 minggu lagi. Saat harinya tiba aku akan mengingatkan mu.”

To: eomma
“ne eomma”

From: eomma
“kau panggil aku begitu saat pertemuan nanti saja, araseo?”

To: eomma
“ne”

Apa kau melihatnya, dia benci aku memanggilnya eomma. Apa aku bukan anaknya? Dia suka bermain acting didepan banyak orang. Seolah-olah keluarga kami harmonis dan bahagia. Cciihh!!! Kita lihat gimana akhirnya nanti eomma.

Rasanya dadaku sesak, tiba-tiba cairan bening jatuh di kedua pipiku. Tak ada alasan, tak ada yang berbuat. Kenapa aku menangis?? Apa karena aku tak bisa memanggilnya eomma? Apa aku merindukannya??. Oh ayolah, aku sudah melawati kejadian  ini selama 17 tahun. Apa ini masalah?

Tiba-tiba sebuh sapuan tangan yang hangat menyentuh pipiku. Sehun, ya oh sehun, apa yang dia lakukan?.

“uljima (jangan menangis) emm” jelasnya. Sambil mengusap kedua pipiku yang basah karena menangis.
“ neo, gwechana? Ini ku bawakan coffe hangat. Tenangkan dirimu eoh?” jelasnya lagi.

Di ambilnya handphone yang di tanganku. aku tak tau apa yang dia buat, dia hanya focus pada handphone ku. kini dia letak handphoneku di ats meja dan mulai menggenggam tangan ku.

“jika perlu apa-apa tinggal hubungi aku eoh? Aku siap membantu mu, atau mendengar keluh-kesah  mu” aku hanya terdiam dengan semua perkataannya.
“aku pergi dulu aneyeong, oh ya. Janga lupa di habiskan coffe nya, mumpung masih hangat” jelasnya lagi kini sambil mengusap kepalaku.

Aku hanya terdiam, dan kini ku hanya bisa melihatnya berjalan pergi keluar dari cafe miliknya.  Perasaan apa ini? Kenapa ini muncul lagi? Aku benci perasaan ini…

To be continue

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar